19 August 2011

Satu Bulan dan 40 Tahun

Anak pertama saya satu bulan di tanggal 10 Agustus 2011 kemarin. Bertepatan dengan ulang tahun saya ke 40. Beberapa kali saya tidak bisa jujur dengan usia saya yang sudah 40. Bukan apa-apa. Banyak yang mengira saya 30 something. Atau malah di bawah 30. Jadi kalau saya bilang saya hampir 40 tahun, saya takut mereka akan kecewa berat karena saya ternyata setua ibu atau tante mereka. Hahahhaa...

Tapi di usia 40 tahun ini. Saya bangga dan bersyukur bahwa saya masih dikasih rejeki anak. Bisa hamil dengan lancar. Melahirkan juga normal, walaupun dengan bantuan vakum. Kalau orang lain anaknya sudah SMP atau malah kuliah, saya yang baru dikasih sekarang, merasa bersyukur sekali. Bersyukur juga saya masih bisa mengurus bayi kecil saya dan memberikannya ASI. Bersyukur juga masih bisa mewujudkan mimpi saya punya label baju sendiri dengan gaya etnik (Lemari Lila) dan vintage (Talullah Belle). Tidak lupa selalu bahagia melihat suami saya yang baik hati, keluarga yang selalu sayang dan perhatian, temen-temen dan sahabat yang selalu bisa ketawa sama-sama.

Selamat ulang tahun untuk diri saya sendiri. Dan selamat ulang bulan untuk anakku, Aksan sayang.
Semoga teman-teman muda saya yang membaca posting ini tidak jadi berubah hanya karena tau umur saya.

My life is totally begin at 40. Thank God.


Salam, Lila

06 August 2011

Perubahan Gaya Hidup: Cerita Punya Anak

Ini adalah terjemahan kutipan dari buku "What To Expect The First Year" karangan Heidi Murkoff, Arlene Eisenberg dan Sandee Hathaway. Buku ini dipinjamkan oleh seorang teman yang baik hati, Elli Ruslim. Elli sebenarnya adalah pelanggan produk baju saya, Lemari Lila dan Talullah Belle. Entah kenapa, kami jadi sering berkirim SMS. Mungkin karena saya banyak bertanya ke Elli, pengalamannya membesarkan Raina, anaknya. 

Buku ini tebalnya 806 halaman. Pokoknya apa aja menyangkut merawat dan membesarkan anak sampai umurnya satu tahun, ada disini. Untuk saat ini, ada satu bagian tulisan yang menurut saya sangat sesuai dengan kondisi saya sekarang. Saya hanya ingin membagikannya kepada teman yang lain.

Perubahan Gaya Hidup
"Saya sangat gembira mempunyai anak. Tapi saya juga khawatir kalau gaya hidup saya dan pasangan yang sudah ada sekarang ini benar-benar akan berubah"

Uraian untuk pertanyaan ini:
Sudah pasti, bahwa yang harus diganti saat mempunyai bayi bukan hanya popoknya saja. Hampir semua bagian di hidupmu- dari prioritas sampai dengan perilaku, dari jam tidur sampai dengan jadwal makan, jadwal kegiatan harian dan akhir minggu, romantisme dengan pasangan sampai keuangan-akan berubah, paling tidak ke beberapa tingkat. Contohnya, kamu tetap bisa makan siang atau malam di luar (terutama apabila kamu sudah kembali bekerja), tapi tidak banyak yang bisa menikmati namanya makan malam pakai lilin di French Bistro- tapi kebanyakan akan lebih mengutamakan makan di restoran keluarga yang ada bangku tinggi untuk anak, atau situasi restoran yang mendukung untuk membawa anak.

Begadang sudah pasti jadi kegiatan sehari-hari. Atau makan pagi di atas tempat tidur benar-benar dengan pengertian yang sesungguhnya, yaitu menyusui bayimu pada jam 5 pagi. Tidak ada lagi ngopi di pagi hari dengan santai, atau baca koran di malam hari.

Berhubungan intim dengan pasangan juga harus disesuaikan dengan jadwal bayi tidur (kalau bayimu memang punya jadwal tidur yang teratur). Baju-baju bagus seperti sutra dan wol, harus dijauhkan dulu dari lemari, supaya tidak rusak terkena popok basah. Nonton film lebih banyak lewat DVD di rumah, dibandingkan bisa pergi ke bioskop (kalaupun akhirnya ada kesempatan nonton ke bioskop, yang akan ditonton adalah film animasi terbaru untuk anak-anak).

Dengan kata lain, seorang bayi kecil akan membuat perubahan besar pada cara dan gaya hidupmu. Perubahan menjadi orang tua ini sangat bergantung dari kamu, pasanganmu dan juga bayimu dalam menyikapinya. Beberapa orangtua tidak merasakan adanya perubahan besar, beberapa merasakan sangat berubah. Beberapa bayi sangat bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya, sementara bayi yang lainnya sangat bergantung dengan kegiatan minum susu dan makannya (yang tentu saja sangat mempengaruhi jadwal orangtuanya juga).

Maka, kamu harus benar-benar siap dengan semua perubahan ini- setidaknya emosional-karena sangat sulit untuk memprediksi secara jelas bagaimana menjadi orangtua, sampai kamu merasakannya sendiri dan bagaimana kamu menyikapi perubahan itu. Paling tidak, tanamkan di pikiranmu bahwa perubahan itu sangat menantang dan membuat kita bisa juga menjadi gembira. Pemikiran ini akan sangat menolongmu. Walaupun tidak diragukan lagi kalau hidupmu akan menjadi berbeda, tapi tidak juga diragukan lagi bahwa- di banyak aspek-dengan segala cara- hidupmu akan lebih baik dan tidak membosankan. Tanyakan saja ke para orangtua yang sudah sukses membesarkan anaknya.



(Lila)

Bersahabat Dengan Bayi Baru: Cerita Aksan 4-26 hari

4 hari setelah melahirkan, hari Rabu 14 Juli 2011 saya sudah boleh pulang. Aksan, bayi saya, baru boleh pulang keesokan harinya. Bukan karena vakum nya, tapi karena dinyatakan sedikit kuning. Jadi lebih baik di terapi dengan memberikan lampu di rumah sakit selama 12 jam lagi. Maka, sayapun pulang tanpa Aksan. Rasanya aneh, tapi mertua saya yang kebetulan sudah datang dari Jakarta bilang, "manfaatkan waktu sehari ini untuk istirahat di rumah. Besok, begitu Aksan datang, waktunya Lila pasti habis untuk dia".

Keesokan harinya, Kamis, 15 Juli 2011 Ibu dan kakak perempuan saya, Desi, datang ke Jogja. Lengkaplah kami ramai-ramai menjemput Aksan di rumah sakit. Selamat datang anakku sayang.....

Mulai malam ini, kehidupan barupun dimulai.......

3 hari pertama, Aksan bangun hampir tiap jam di antara jam 11 malam sampai dengan jam 4 pagi. Karena Aksan bayi baru lahir (tali pusar nya pun belum puput/lepas), maka dia masih memakai popok dan dibedong. Tiap jam atau 40 menit dia pipis dan pup. Otomatis popok, alas ompol, dan kadang bajunya harus segera diganti. Disamping Aksan risihan (dia akan menangis begitu pipis/pup), tidak baik membiarkan bayi dalam keadaan basah popoknya. Tidak sehat dan dia bisa masuk angin. Jadi, 3 hari pertama tidur saya, Abu dan ibu mertua saya yang tidur bersama kami, bisa dibilang hanya 2 atau 3 jam saja.

Hari ke 4 (umur Aksan 9 hari) jam bangunnya berubah lagi. Pusarnya pun sudah puput. Otomatis dia sudah bisa dipakaikan celana, bukan popok lagi. Siang hari dia tetap tidur, tapi malamnya terbangun lagi hampir tiap 2 jam dari jam 12 sampai jam 3 pagi. Jam 5 sudah bangun lagi. Begitu terus hingga masuk minggu ke 2. Untunglah ada orangtua dan suami saya yang turun tangan. Dengan melihat cara menggendong, memandikan, menjaganya saat tidur, dan tips-tips merawat bayi lainnya, sayapun "rela" ditinggalkan para ibu lagi. Bulan puasa sudah datang. Jadi, para ibu  juga punya tanggung jawab di rumah mereka di Jakarta.

Minggu ke 3 barulah Aksan berbalik jam tidurnya. Pagi jam 6.30 dia mandi. Setelah itu dia akan tidur sebentar sampai jam 8. Lalu dia akan lebih banyak melek di pagi dan siang hari, sampai dengan Maghrib. Diantaranya diselingi menyusui, tidur sebentar, main dan menangis tentunya. Jam 12-1 malam dia terbangun untuk minum susu. Juga jam 3-4 pagi. Lalu tidur lagi sampai jam 6.30 keesokan harinya.

Menyusuinya kuat. "Anak lelaki memang begitu biasanya", itu kata orang-orang yang punya anak lelaki. Malam hari sayapun sudah memakaikan dia popok sekali pakai, demi kenyamanan tidurnya dan agar kami bisa lebih lama istirahat. Saya juga mencoba memakaikan cloth diaper (popok yang bisa dicuci alas dalamnya) di siang hari. Ini untuk menghindari pemakaian popok sekali pakai yang boros dan tidak ramah lingkungan. Sayapun sudah mulai bisa mengikuti alur tidur dan mengajarkan rutinitas mandi, tidur, minum susu kepadanya. Berbekal tips dari teman, saudara dan buku yang saya baca, saya pelan-pelan menerapkan sistem tidur, minum susu dan bermain ke Aksan. Pelan-pelan pasti ada hasilnya!

Masuk akhir minggu ke 3 ini , saya sudah bisa beradaptasi dengan Aksan. Sekarang lebih luwes, percaya diri dan senang rasanya.

Terus terang, di minggu pertama Aksan di rumah, saya mengalami baby blues ringan. Kalau tidak dibantu ibu mertua dan suami, rasanya saya mau nangis terus tiap hari. Jahitan masih sakit, badan masih lelah, tapi saya harus menyesuaikan jadwal tidur dan hidup yang berubah. Ada seorang bayi yang harus saya rawat. Dia bergantung dengan saya. Beberapa kali tidak jarang saya seperti menyerah dan menangis singkat. Biasanya itu saat Aksan tidur. Begitu melihat Abu, langsung saya cengeng. Juga saat melihat Coki, anjing saya. Coki sedikit heran ada manusia baru (mendengar tangisan Aksan pertama kali dia panik). Tapi akhirnya dia adaptasi. Hanya kemudian, saya merasa, Coki merasa sedikit terabaikan. Jadilah saya mengajak Coki "bicara". Bilang sama dia, saya sekarang punya anak yang harus saya urus. Biasanya setelah nangis singkat, saya lega. Dan sukurnya, semangat saya tidak luntur. "Saya harus bisa melalui ini. Menjadi supermom!"

Beberapa temanpun saya SMS, menanyakan apakah mereka mengalami hal yang sama dengan saya pada saat punya anak pertama. Dan jawaban semuanya sama. Semuanya pasti mengalami baby blues. Hanya tingkatannya saja yang berbeda. Ada yang ringan seperti saya. Ada yang sampai "seminggu pertama bayiku di rumah, aku bilang sama suamiku, balikin aja dia ke RS, aku gak sanggup rasanya merawatnya". Artinya, saya tidak sendiri. :)

Tapi semua itu dilanjutkan dengan SMS beberapa teman yang lalu bilang, "Sabar Lila. Semua itu akan berlalu dengan cepat. Tau-tau anakmu sudah tumbuh. Dan kamu akan rindu saat-saat dia jadi bayi baru". Atau "ayo Lila, disitulah seni menjadi seorang ibu yang merawat anaknya sendiri. Kalau kamu bisa melaluinya, kamu akan merasa senang dan bangga".

Support itu lalu menjadi penyemangat saya. Kebetulan saya ini dari dulu tidak terlalu telaten dengan anak kecil. Saya bukan tipe tante yang mengasuh ponakan saya, misalnya. Jadi saat saya harus merawat bayi saya, awalnya saya tidak terlalu trampil.

Hari ini dengan bangga saya bilang, bahwa saya sudah semakin trampil merawat Aksan. Saya menyebutnya bersahabat dengan bayi saya. Bukan merawatnya. Bersahabat dengannya, berarti mempelajari sifat bayi yang saya dapatkan dari informasi orang tua, teman, saudara dan juga membaca beberapa buku. Bersahabat dengannya, berarti siap memberikan semua hidup saya untuknya di masa pertumbuhannya. Pagi hari sampai esok paginya lagi, saya makin senang dan trampil merawat Aksan. Dan tiap melihat wajahnya yang lucu, rasanya jadi senang. Yang jelas, tiap hari selalu ada yang baru. Selalu ada yang mengejutkan. Dan selalu ada yang membuat saya semakin tahu caranya bersahabat dengan bayi saya.

Love you, my boy! Love you my husband! Makasih Mama Ani. Mama Henny, Kak Desi, Mas Yudi dan Ade. Makasih semua teman dan sepupuku untuk tips-tipsnya.

Enjoy motherhood! Semangat! Biar tau rasanya jadi Supermom...

(Lila)

01 August 2011

Pasca Persalinan: Perubahan Emosi

Ah...masa persalinan sudah saya lewati. Alhamdulillah. Setelah melahirkan, saya masih harus berbaring di tempat tidur ruang persalinan. Menunggu pemulihan sebelum dipindahkan ke kamar perawatan. Badan rasanya aneh. Antara capek, lega, sakit, ngilu dan pegal-pegal. Dian dan Eko yang ikut datang hari itu, membawakan saya beberapa makanan, minuman dan pakaian dalam paska persalinan.

Tidak ada yang pernah bercerita ke saya rasanya setelah tahap persalinan. Sayapun tidak pernah bertanya ke mereka yang sudah punya anak. Di buku yang saya bacapun, saya kelewatan membaca secara detail. Dan ternyata, apa yang saya rasakan paska persalinan luar biasa merubah emosi saya. Karena divakum, otomatis saya mendapatkan jahitan banyak. Rahim yang tadinya besar, butuh waktu untuk kembali ke bentuk dan ukuran awal. Maka yang dirasakan tubuh saya saat itu adalah sakit dimana-mana. Ambeien saya keluar lagi. Jahitan bekas melahirkan terasa ngilu. Otomatis bergerakpun tidak leluasa. Dari posisi tidur ke duduk, perlu waktu paling tidak 15 menit untuk menetralisir aliran darah. Perubahan ukuran rahim ke posisi semula, menyebabkan oksigen yang dihirup berkurang. Jadi saya merasakan mual dan pusing saat duduk. Setelah menunggu 15 menit duduk, barulah bisa turun dari tempat tidur dan berjalan. Itupun tertatih-tatih karena jahitannya sakit. Suster tetap menyarankan saya belajar jalan sendiri ke kamar mandi, karena kalau tidur terus, darah kotor tidak akan mengalir. Kalau tidak kuat, silakan minta ditemani pendamping. Pendarahan paska melahirkanpun masih ada. Jadi sayapun harus memakai pembalut wanita.

Setelah dipindahkan ke ruang perawatan, masalah baru muncul. Saya tidak bisa buang air kecil. Tekanan yang kuat pada saat saya mengejan (dan tidak berhasil juga), menyebabkan kandung kemih saya bengkak. Itu lumrah terjadi pada wanita paska persalinan. Faktor trauma sakit juga bisa jadi pemicunya. Jadi, percuma saja saya duduk menunggu air kencing saya keluar, karena tidak bisa. Padahal rasanya sudah mau pipis sekali. Untuk menghindari infeksi, maka suster memutuskan untuk memasang kateter di kandung kemih saya. Bukan main sakitnya. Dan tidak nyaman. Air kencing saya sih langsung keluar. Tapi selang kateter ini membuat saya makin merasa ngilu.

3 hari saya merasakan keadaan ini. Wajar dan normal kata orang. Memang begitulah paska persalinan. Semuanya "luka". Tapi ya itu tadi..saya tidak siap mental. Jadilah, di hari kedua saya menjadi-jadi menangis. Beruntung saya punya suami seperti Abu. Yang benar-benar sabar mengurus saya. Memapah saya ke kamar mandi, mengambilkan barang-barang keperluan saya, bahkan menggantikan pembalut saya. Dia sampai mengambil cuti seminggu. Abu juga bilang, seharusnya di Indonesia ada Peraturan Pemerintah untuk seorang suami mendapat cuti istri melahirkan satu minggu dari tempat kerjanya. Karena dukungan dan bantuan setelah melahirkan, adalah hal besar dan sangat berguna untuk seorang istri.

Yang terpenting adalah, Abu bisa menenangkan hati saya yang mengalami perubahan emosi yang lumayan besar. Saya jadi sensitif, dan gampang menangis. Saya tidak mengira, ternyata proses melahirkan harus melewati fase rasa sakit seperti ini. Rasa sayang saya ke Abu jadi luar biasa bertambah. Seperti ada keterikatan besar yang saya rasakan kepadanya.

Hal yang membuat saya makin sensitif lagi adalah, saat saya harus belajar memberikan ASI kepada bayi saya, Aksan. Sampai dengan hari ke 2, ASI saya tidak juga keluar. Suster sudah meletakkan Aksan di kamar saya, supaya saya bisa belajar memberikan ASI. Tapi belum juga keluar. Mungkin saya masih stress. Dan hormon saya belum stabil. Jadilah, setelah 2x24jam, Aksan diberikan susu formula untuk memenuhi kebutuhannya yang sudah puasa 1x24 jam tanpa makanan apa-apa. Karena Aksan lahir dengan vakum, otomatis kepalanya harus diperlakukan hati-hati. Tanda merah bekas alat vakum masih kelihatan, dan bentuk kepalanya masih memanjang ke belakang. Jadi, satu-satunya cara memberikan ASI kepadanya adalah dengan cara tidur.  Aksan tidak boleh sering-sering digendong, karena trauma di kepalanya akibat tarikan vakum. Sukurlah di hari ke 3, ASI saya keluar juga akhirnya. Dan Aksan mulai belajar minum dari puting payudara saya. Walaupun sudah dikasih susu formula, Aksan tetap mau minum ASI saya. Walaupun dia harus "usaha" keras karena puting saya belum terbentuk sempurna. Tidak seperti dot botol. Alhamdulillah, bisa terlewati. Di hari ke 4 di RS (hari terakhir saya di RS), ASI saya sudah menetes tanpa diminum Aksan.


Selama di rumah sakit ini, saya benar-benar jadi sensitif. Setiap melihat Abu, bawaan saya mau nangis. Antara bersyukur dan terharu melihat ketulusan dan kesabarannya, juga tidak rela badan saya sakit. Untung saja, ibu mertua saya datang. Juga ibu dan kakak saya juga datang dari Jakarta. Beberapa teman dekat juga membesuk saya. Membuat saya lupa dengan rasa sakit. Juga ada sahabat saya Kiki, yang ikut bergantian menjaga saya, kalau Abu harus pergi mengurus ini itu.

hadiah breat pump dari Kiki, Pea dan Udin. Makasiiiih

Pea demo gratis cara pakai breast pump.. :)

Bunga cantik dari  Tommy dan Kenny. Perut saya masih besar waktu itu)

Ah... paska persalinan benar-benar merubah emosi saya. Semua perasaan menjadi satu. 

dr. Baroto dan my dearest Abu


Memiliki anak benar-benar merubah hidup saya. Alhamdulillah, sampai hari ini saya selalu berucap syukur atas rejeki dan rasa yang Allah berikan ke saya. Walaupun saat persalinan dan rasa sakit paska itu, masih selalu mengikuti saya. Dan kalau lagi kebayang, rasanya ngilu sekali... ;)

(Lila)

*posting berikutnya: merawat bayi baru. Tidak segampang bermain boneka lucu. Asal sabar dan tahu caranya, semua akan terlewati dengan menyenangkan...