4 hari setelah melahirkan, hari Rabu 14 Juli 2011 saya sudah boleh pulang. Aksan, bayi saya, baru boleh pulang keesokan harinya. Bukan karena vakum nya, tapi karena dinyatakan sedikit kuning. Jadi lebih baik di terapi dengan memberikan lampu di rumah sakit selama 12 jam lagi. Maka, sayapun pulang tanpa Aksan. Rasanya aneh, tapi mertua saya yang kebetulan sudah datang dari Jakarta bilang, "manfaatkan waktu sehari ini untuk istirahat di rumah. Besok, begitu Aksan datang, waktunya Lila pasti habis untuk dia".
Keesokan harinya, Kamis, 15 Juli 2011 Ibu dan kakak perempuan saya, Desi, datang ke Jogja. Lengkaplah kami ramai-ramai menjemput Aksan di rumah sakit. Selamat datang anakku sayang.....
Mulai malam ini, kehidupan barupun dimulai.......
3 hari pertama, Aksan bangun hampir tiap jam di antara jam 11 malam sampai dengan jam 4 pagi. Karena Aksan bayi baru lahir (tali pusar nya pun belum puput/lepas), maka dia masih memakai popok dan dibedong. Tiap jam atau 40 menit dia pipis dan pup. Otomatis popok, alas ompol, dan kadang bajunya harus segera diganti. Disamping Aksan risihan (dia akan menangis begitu pipis/pup), tidak baik membiarkan bayi dalam keadaan basah popoknya. Tidak sehat dan dia bisa masuk angin. Jadi, 3 hari pertama tidur saya, Abu dan ibu mertua saya yang tidur bersama kami, bisa dibilang hanya 2 atau 3 jam saja.
Hari ke 4 (umur Aksan 9 hari) jam bangunnya berubah lagi. Pusarnya pun sudah puput. Otomatis dia sudah bisa dipakaikan celana, bukan popok lagi. Siang hari dia tetap tidur, tapi malamnya terbangun lagi hampir tiap 2 jam dari jam 12 sampai jam 3 pagi. Jam 5 sudah bangun lagi. Begitu terus hingga masuk minggu ke 2. Untunglah ada orangtua dan suami saya yang turun tangan. Dengan melihat cara menggendong, memandikan, menjaganya saat tidur, dan tips-tips merawat bayi lainnya, sayapun "rela" ditinggalkan para ibu lagi. Bulan puasa sudah datang. Jadi, para ibu juga punya tanggung jawab di rumah mereka di Jakarta.
Minggu ke 3 barulah Aksan berbalik jam tidurnya. Pagi jam 6.30 dia mandi. Setelah itu dia akan tidur sebentar sampai jam 8. Lalu dia akan lebih banyak melek di pagi dan siang hari, sampai dengan Maghrib. Diantaranya diselingi menyusui, tidur sebentar, main dan menangis tentunya. Jam 12-1 malam dia terbangun untuk minum susu. Juga jam 3-4 pagi. Lalu tidur lagi sampai jam 6.30 keesokan harinya.
Menyusuinya kuat. "Anak lelaki memang begitu biasanya", itu kata orang-orang yang punya anak lelaki. Malam hari sayapun sudah memakaikan dia popok sekali pakai, demi kenyamanan tidurnya dan agar kami bisa lebih lama istirahat. Saya juga mencoba memakaikan cloth diaper (popok yang bisa dicuci alas dalamnya) di siang hari. Ini untuk menghindari pemakaian popok sekali pakai yang boros dan tidak ramah lingkungan. Sayapun sudah mulai bisa mengikuti alur tidur dan mengajarkan rutinitas mandi, tidur, minum susu kepadanya. Berbekal tips dari teman, saudara dan buku yang saya baca, saya pelan-pelan menerapkan sistem tidur, minum susu dan bermain ke Aksan. Pelan-pelan pasti ada hasilnya!
Masuk akhir minggu ke 3 ini , saya sudah bisa beradaptasi dengan Aksan. Sekarang lebih luwes, percaya diri dan senang rasanya.
Terus terang, di minggu pertama Aksan di rumah, saya mengalami baby blues ringan. Kalau tidak dibantu ibu mertua dan suami, rasanya saya mau nangis terus tiap hari. Jahitan masih sakit, badan masih lelah, tapi saya harus menyesuaikan jadwal tidur dan hidup yang berubah. Ada seorang bayi yang harus saya rawat. Dia bergantung dengan saya. Beberapa kali tidak jarang saya seperti menyerah dan menangis singkat. Biasanya itu saat Aksan tidur. Begitu melihat Abu, langsung saya cengeng. Juga saat melihat Coki, anjing saya. Coki sedikit heran ada manusia baru (mendengar tangisan Aksan pertama kali dia panik). Tapi akhirnya dia adaptasi. Hanya kemudian, saya merasa, Coki merasa sedikit terabaikan. Jadilah saya mengajak Coki "bicara". Bilang sama dia, saya sekarang punya anak yang harus saya urus. Biasanya setelah nangis singkat, saya lega. Dan sukurnya, semangat saya tidak luntur. "Saya harus bisa melalui ini. Menjadi supermom!"
Beberapa temanpun saya SMS, menanyakan apakah mereka mengalami hal yang sama dengan saya pada saat punya anak pertama. Dan jawaban semuanya sama. Semuanya pasti mengalami baby blues. Hanya tingkatannya saja yang berbeda. Ada yang ringan seperti saya. Ada yang sampai "seminggu pertama bayiku di rumah, aku bilang sama suamiku, balikin aja dia ke RS, aku gak sanggup rasanya merawatnya". Artinya, saya tidak sendiri. :)
Tapi semua itu dilanjutkan dengan SMS beberapa teman yang lalu bilang, "Sabar Lila. Semua itu akan berlalu dengan cepat. Tau-tau anakmu sudah tumbuh. Dan kamu akan rindu saat-saat dia jadi bayi baru". Atau "ayo Lila, disitulah seni menjadi seorang ibu yang merawat anaknya sendiri. Kalau kamu bisa melaluinya, kamu akan merasa senang dan bangga".
Support itu lalu menjadi penyemangat saya. Kebetulan saya ini dari dulu tidak terlalu telaten dengan anak kecil. Saya bukan tipe tante yang mengasuh ponakan saya, misalnya. Jadi saat saya harus merawat bayi saya, awalnya saya tidak terlalu trampil.
Hari ini dengan bangga saya bilang, bahwa saya sudah semakin trampil merawat Aksan. Saya menyebutnya bersahabat dengan bayi saya. Bukan merawatnya. Bersahabat dengannya, berarti mempelajari sifat bayi yang saya dapatkan dari informasi orang tua, teman, saudara dan juga membaca beberapa buku. Bersahabat dengannya, berarti siap memberikan semua hidup saya untuknya di masa pertumbuhannya. Pagi hari sampai esok paginya lagi, saya makin senang dan trampil merawat Aksan. Dan tiap melihat wajahnya yang lucu, rasanya jadi senang. Yang jelas, tiap hari selalu ada yang baru. Selalu ada yang mengejutkan. Dan selalu ada yang membuat saya semakin tahu caranya bersahabat dengan bayi saya.
Love you, my boy! Love you my husband! Makasih Mama Ani. Mama Henny, Kak Desi, Mas Yudi dan Ade. Makasih semua teman dan sepupuku untuk tips-tipsnya.
Enjoy motherhood! Semangat! Biar tau rasanya jadi Supermom...
(Lila)
Peluk Lila
ReplyDeleteselamat datang d dunia emak emak
waktu lahiran anak pertama juga saya kena baby blues sedihnya berlanjut ke Post Natal Depression
untuk melewati fase itu hanya butuh teman untuk curhat kapan pun - support dari keluarga dan teman
Alhamdulillah bisa melewatinya tanpa harus menenggak obat
satu hal yang saya ambil dari kejadian itu adalah "There's no such thing as the supermom"
pikiran usaha untuk menjadi supermom malah membuat saya waktu itu tambah sedih dan takut
anak bersin ku nangis, telat ganti popok ku nangis, bayi ku d gigit nyamuk ku nangis
mungkin kita ingin menjadi supermom tapi cukuplah menjadi ordinary mom :D
mak Dee.. aku mau nangis baca komenmu.. iya, ordinary but a good one yaa.. Sama, aku juga suka nangis dan panikan kalo bayiku ada apa2. Tapi sekarang udah lebih santai, walopun masih suka gitu juga sekali-kali. Dukungan orang2 di sekitar kita (dan juga bayi kita sendiri) emang bener2 jadi obat untuk semua yaa.. Peluk mak!!!
ReplyDeletetrenyuh membaca postingan mba Lila. seketika itu juga aku teringat pernah mengalami baby blues syndrome selama 1 bulan. terlalu banyak air mata yg menetes saat itu. kayaknya saat itu aku bukanlah ibu yang baik buat anakku. masih belum bisa apa2.
ReplyDeleteTapi alhamdulillah, seiring berjalan waktu. aku masih terus belajar menjadi an ordinary mom.
Semangat mba Lila.. oiya, salam kenal ya..