Namanya Athina Archontia Ponthikou. Umurnya sekarang 25 tahun. Dia perempuan campuran Polandia, Yunani dan Jerman. 19 tahun tinggal di Polandia, di sebuah kota kecil dekat Warsaw. Katanya, kota itu menyerupai desa kecil yang keseluruhannya lebih banyak wilayah kotornya dibandingkan bangunan baru nan megah. Dan buat dia, itu sangat seksi.
Setelah lulus SMA seni (dia ambil bidang Photography), Athina pindah ke Hamburg, tempat ayah dan ibu tirinya tinggal saat itu dan sekarang. Itu terjadi tahun 2005. Ibunya sudah tidak punya dana lebih untuk mendudukkan Athina di bangku kampus, jadi mau tidak mau dia tinggal di Hamburg.
Saya kenal Athina di Hamburg. Di tempat les bahasa Jerman. Pertama melihat, saya kira dia indo. Setengah Indonesia, atau setidaknya punya darah Asia. Bajunya yang 'tidak matching' warnanya malah bikin dia terlihat menonjol dan menyenangkan. Kulitnya putih, matanya besar, rambutnya gelap. Dia tersenyum pada saya, pada saat saya melihat dia dengan wajah bersahabat saya.
Kita duduk sebelahan di kelas. Dan jadi teman dekat di kelas. Kesulitan berbahasa Jerman yang penuh artikel der die das itu, membuat kami selalu bicara dalam bahasa Inggris.
Satu hari, saya ajak dia makan Chinese noodle di dekat tempat les. Dan kami bercerita banyak sekali. Seperti teman lama. Athina harus meninggalkan ibunya yang ternyata berdarah Yunani, karena dia ingin kuliah. Meskipun tidak betah ada dirumah ayahnya. Orang tua Athina sudah lama cerai.
Athina merasa terkejut, ketika tahu saya jauh lebih tua dari dia.
"Saya tidak merasa seperti bicara dengan orang yang jauh lebih tua dari saya", katanya saat itu. Entah saya yang kekanakan atau dia yang dewasa.
Athina sering menangis, ketika ayah dan ibu tirinya bertengkar dirumah. Dia selalu menelpon saya, dan meminta bertemu di pusat kota, atau di rumah Lawrence, seorang teman saya berkebangsaan Filipina.
Athina, saya, Lawrence. Kami kemana-mana bertiga. Ke museum, perpustakaan kota, minum kopi di Leans Land (sampai kenal dengan waitress nya), menikmati sore di Beenie Bee Coffee Shop, atau kehilangan keseimbangan di BarbaraBar. Juga masak bersama, main gitar dan nyanyi , makan KFC kesukaan saya, sampai membeli bir Polandia yang untuk saya tidak ada enak-enaknya. Atau berteriak di tengah salju. Mengomentari orang lalu lalang dengan gaya mereka yang aneh-aneh. Mencari apartemen berdua, tapi selalu ditolak karena kami penduduk baru.
Mungkin mereka sudah bosan dengan cerita saya. Itu yang saya pikir. Tapi ternyata, Athina tidak pernah mau berhenti mendengar saya mengumpat, marah, cinta buta, sampai menangis tidak jelas. Tidak juga menghalangi saya untuk kenalan dengan laki-laki di bar, walaupun tahu saya sedang tidak stabil. Selalu iri dengan saya yang kelihatan muda padahal saya sudah kepala 3. Hahahaha...
Saya harus kembali ke Jakarta. Athina menangis. Dia hanya bisa memberikan kenang-kenangan sepasang sepatu merek Converse warna fuschia, dan patung bunda Maria merah muda. Walaupun saya muslim, tapi itu barang kesayangan Athina yang lebih tidak percaya Tuhan, tapi selalu tertarik dengan ornamen bunda Maria. Hadiah terakhirnya di bandara adalah sebuah pelukan erat dan kata-kata :
"Saya tidak tahu kapan kita bisa bertemu lagi. Tapi saya tahu, bahwa saya punya seseorang yang pernah jadi tempat saya menangis, tertawa dan berbagi perasaan.
Saya yakin hidup kamu akan jauh lebih baik dari sekarang"
Athina yang cantik. Stockingnya sudah tidak garis-garis lagi. Tasnya juga sudah berwarna gelap. Rambutnya semakin aneh. Saat ini dia tinggal di Austria. Sudah enam tahun saya tidak ketemu dia. Sekarang, kami hanya berhubungan lewat Skype atau Facebook saja. Ada kerinduan saat-saat saya dengan dia. Saat saya dan dia ada di situasi yang tidak enak. Dan kita selalu bersama-sama.
No comments:
Post a Comment